Recent Posts

Rabu, 07 Maret 2012

0 komentar

MERAMAL KEHANCURAN NEGERI-NEGERI MUSLIM




Daftar negara yang akan hancur kini beredar. Negeri-negeri Muslim menjadi bagian besar. Termasuk Indonesia.

Media, di banyak waktu sering kali menjadi prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa nanti. Bahkan, bisa jadi, media berubah fungsi sebagai petunjuk praktis pelaksanaan sebuah kebijakan pemerintahan tertentu. Dan dunia, sudah membuktikan kesaktian sebuah media.

Beberapa tahun lalu, sebuah artikel tak terlalu panjang ditulis oleh Samuel P. Huntington di Foreign Affairs. Artikel tersebut berjudul Clash of Civilization and the Remaking of World Order. Ya, pada mulanya teori Huntington hanya sebuah makalah di salah satu terbitan Foreign Affairs, sebuah jurnal yang berbase camp di New York, berdiri sejak 1920 dan makin berpengaruh hingga saat ini. Saking berpengaruhnya, tak kurang 11 Menteri Luar Negeri Amerika pernah menulis artikel di Foreign Affairs. Ini menunjukkan, betapa pentingnya jurnal yang satu ini dalam strategi dan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah Amerika.

Kini, hampir seluruh dunia merasakan hasil dari teori yang disusun oleh Huntington dalam Clash of Civilization. Terlebih dunia Islam, yang ditempatkan Samuel P. Huntington sebagai ancaman terbesar bagi kelangsungan sistem demokrasi.

Jauh sebelum mengorbitkan Clash of Civilization sebagai teori yang dipraktikkan oleh pemerintahan Amerika, Foreign Affairs telah memuat sebuah artikel dari seorang penulis bernama George F. Keenan yang berjudul Long Telegram. Dalam tulisan ini disusun sebuah doktrin yang kelak lebih dikenal dengan doctrine of containment, sebuah teori yang melahirkan strategi Perang Dingin yang dijalankan oleh Amerika Serikat saat berhadapan dengan Uni Soviet.

Setelah Foreign Affairs dengan George F. Keenan dan Samuel P. Huntington, media Amerika lainnya, Foreign Affairs membuat kejutan baru yang menyesakkan. Foreign Affairs adalah sebuah media yang diset untuk melakukan studi dengan tujuan mengamankan dan melindungi kepentingan nasional dan keamanan nasional, untuk Amerika tentunya. Awal Agustus lalu Foreign Affairs bekerjasama dengan sebuah lembaga studi bernama Fund for Peace, menerbitkan sebuah hasil studi tentang prediksi negara-negara yang gagal. Tak hanya gagal, hasil studi tersebut juga menyebutkan negara-negara yang terdaftar bisa jadi runtuh dan bubar. Dan, sebagian besar dari daftar tersebut bertengger nama-nama negeri Muslim.

Studi Foreign Affairs dan Fun for Peace tersebut menggunakan data dari Bank Dunia dan juga CIA yang telah terlebih dulu menyusun daftar peringkat yang sama. Bank Dunia telah menyusun daftar 40 negara dengan incom terkecil di dunia. Sedangkan CIA menyusun daftar 20 negara yang di ambang pecah. Sementara Departemen Pembangunan Internasional Inggris mempunyai 46 negara-negara yang kritis. Sedang dalam daftar ini, Foreign Affairs memasukkan 60 nama negara dalam daftar negara-negara yang gagal. Bahkan beberapa di antaranya di ujung tanduk. Padahal, jumlah negara yang tercatat dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa berjumlah 194 negara. Itu berarti, hampir sepertiga negara-negara di dunia diramalkan hancur berkeping tak tentu arah.
Foreign Affairs membaginya dalam tiga kategori berdasarkan warna. Kategori pertama berwarna merah menunjukkan negara-negara yang berada dalam posisi kritis. Negera pertama yang diramalkan hancur adalah Pantai Gading (Ivory Coast). Negara yang terletak di Afrika Barat dan berbatasan dengan Liberia, Guinea, Mali, Burkina Faso dan Ghana disebutkan hancur lebur di berbagai aspek. Baik ekonomi, politik, kerusuhan massal yang berkepanjangan, dan 100% membutuhkan intervensi negara asing untuk menyelesaikan masalahnya. Dan tentu saja, yang merasa paling berhak adalah Amerika.

Di urutan kedua ada Republik Demokrasi Rakyat Congo. Dan di urutan ketiga ada negeri Islam, Sudan, diprediksi runtuh. Sudan adalah negara terbesar di benua Afrika. Berbatasan dengan Mesir di Utara, Eriteria dan Ethiopia di Timur, Kenya dan Uganda di Tenggara, Congo dan Republik Afrika Tengah di Barat Daya, serta Chad dan Libya di Barat Laut. Sudan sering juga disebut bagian dari Timur Tengah karena negara yang beribukota Khourtum ini sebagian besar penduduknya adalah Muslim. Negara yang merdeka dari Inggris tahun 1956 ini menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan mata uang Dinar sebagai alat tukar. Disebutkan, satu dari sekian penyebab runtuhnya Sudan adalah konflik sipil di Darfur dan terus merosotnya tingkat kesejahteraan sosial.

Irak menduduki peringkat keempat sebagai negara yang terancam. Terlebih lagi setelah penyerangan Amerika terjadi perang saudara yang masih terus berlanjut hingga sekarang. Baik antara Syiah dan Sunni maupun antara kelompok mujahidin dan pasukan yang pro pendudukan Amerika. Meski kaya dengan potensi minyak, jika situasi politik dalam negeri Irak tak mampu dikendalikan, negeri 1001 malam ini akan jatuh ke dasar jurang. Dan, perlu digarisbawahi, pihak yang diuntungkan adalah negara-negara donor yang kelak menguras habis potensi alam Irak. Dan Amerika, bisa jadi menduduki negara peringkat pertama yang menanamkan modal besar untuk ditarik kembali setelah perang.

Negeri Muslim lain yang dalam kategori kritis adalah Yaman, berada di urutan kedelapan. Negeri yang satu ini mempunyai hubungan sejarah yang cukup dekat dengan Indonesia. Sebagian besar pembawa ajaran Islam ke Nusantara berasal dari penduduk Yaman. Bahkan, banyak pula penduduk Indonesia yang sejak dulu merantau dan bertualang hingga ke Yaman. Satu di antaranya, bahkan pernah disebut menjadi panglima perang.

Yaman disebut sebagai negara dengan indeks ancaman keamanan yang tinggi, pelayanan umum yang rendah dan pembangunan yang tidak merata. Bahkan Foreign Affairs menyebut Yaman sebagai negara yang kehilangan legitimasi dari rakyatnya sendiri. Sebelum Yaman, pada urutan ketujuh adalah Chad, sebuah negeri yang memiliki penduduk Muslim dengan jumlah yang lumayan. Sama dengan Yaman, Chad juga diramalkan tak akan bertahan.

Kategori merah juga didapatkan oleh Afghanistan. Sama dengan Irak, negeri Muslim yang satu ini juga telah dihancurleburkan oleh serangan militer Amerika. Dan sama pula dengan Irak, negeri Muslim yang satu ini adalah tanah yang kaya dengan minyak. Afghanistan tergolong negeri di Asia Selatan, tapi sering dimasukkan sebagai Timur Tengah karena tradisi Islamnya yang kuat. Penduduk negeri ini menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari dan memakai busana Islami sebagai identitas diri.

Afghanistan dikategorikan sebagai salah satu negara termiskin di dunia. Kategori yang tidak masuk akal, karena negeri para Mullah ini adalah tanah yang subur dan kaya raya dengan hasil buminya. Merdeka dari Inggris, pada 19 Agustus 1919, Afghanistan adalah negeri para pejuang. Sejak pendudukan Inggris, Uni Soviet bahkan kini Amerika, negeri ini terus melahirkan para mujahidin yang luar biasa. Dan tentu saja, negara-negara adikuasa tak ingin melihat negeri para pejuang ini tumbuh sehat dan menjadi kekuatan yang menakutkan di hari kelak.

Kategori berikutnya adalah warna kuning yang berarti negara-negara dalam bahaya. Ada 20 negara dalam daftar ini dan enam di antaranya adalah negeri-negeri Muslim. Bosnia Herzegovina menduduki ranking pertama. Lalu ada Uzbekistan di urutan keempat. Suriah yang baru saja melaksanakan pemilihan umum menduduki peringkat kedelapan sebagai negara dalam bahaya. Kemudian ada Pakistan di urutan ke 14, disusul Mesir yang menempati urutan ke 15.

Uzbekistan adalah negara pecahan Uni Soviet yang memerdekakan diri pada tahun 1 September 1991. Dipimpin oleh Presiden Islam Karimov, sebuah rezim yang dekat sekali dengan Amerika Serikat dan pemerintahan George Bush. Karena itu, meski terjadi pelanggaran HAM dan kesewenang-wenangan, tak banyak badan internasional yang berani mengutak-atik Uzbekistan. Sebagian besar rakyat Muslim yang tinggal di negeri ini hidup tertindas dan tidak merdeka. Mereka diancam dengan tudingan teroris, karena berdampingan dengan Afghanistan dan menjalankan kehidupan sesuai tuntunan Islam.

Negeri Asia Selatan lain yang berada di ambang bahaya adalah Pakistan. Berbeda dengan Uzbekistan, meski sama-sama di ambang kehancuran, dunia internasional yang mau tidak mau harus disebut disetir oleh kepentingan Amerika, begitu was-was dengan ancaman pecahnya Pakistan. Penyebab pertama adalah, jika Pakistan ambruk, kekuatan yang berpotensi besar untuk memegang kekuasaan adalah kelompok Muslim. Dan lebih dianggap berbahaya lagi, sebab Pakistan memiliki potensi pengembangan nuklir. Apalagi Pakistan tercatat sebagai negeri ketiga dengan jumlah Muslim terbanyak setelah Indonesia dan India. Dan dengan 150 juta penduduk, Pakistan adalah negara dengan penduduk terbanyak keenam di seluruh dunia. Tentu saja, membayangkan Pakistan sebagai negara yang kuat adalah sebuah ancaman tersendiri. Karenanya, mau tidak mau Pakistan harus dirancang menuju kebangkrutan.

Libanon dan Mesir, adalah negara-negara Muslim berikutnya yang dihitung dan diprediksi akan hancur. Libanon, meski dengan beberapa alasan dianggap berada di garis aman, misalnya tekanan dari dalam negeri, pengungsi, pelanggaran HAM, ancaman keamanan terbilang cukup stabil, entah kenapa negara yang satu ini dinyatakan butuh intervensi pihak asing. Dugaan yang menguat adalah akomodasi pemerintahan Libanon pada kelompok mujahidin yang memberikan perlawanan pada Israel. Libanon adalah salah satu negara yang berbatasan langsung dengan Israel. Libanon dan Israel pernah bersengketa dalam perebutan Dataran Tinggi Gholan yang dicaplok oleh Israel.

Berbeda dengan Libanon, Mesir, meski disebutkan memiliki angka yang tinggi pada tekanan dalam negeri, pembangunan yang tak seimbang serta delegitimasi pemerintahan, Foreign Affairs tak menganggap negeri Piramida ini membutuhkan intervensi asing. Bisa disebutkan, tekanan dalam negeri dimainkan oleh Ikhwanul Muslimin yang menjadi kelompok oposisi. Dan selama ini, sikap pemerintahan Mesir cukup dibilang sadis pada gerakan Islam. Begitu juga ancaman delegitimasi pemerintahan, Ikhwanul Muslimin memainkan peran yang sangat penting. Tapi lagi-lagi, karena policy pemberangusan, pemerintahan Hosni Mubarak tak dianggap membutuhkan intervensi asing. Namun, tetap saja, Mesir ditempatkan pada negara yang berada dalam bahaya.

Level berikutnya adalah negeri-negeri Muslim yang masuk kategori warna kuning, menuju bahaya. Arab Saudi adalah negeri Muslim yang pertama didaftar dalam kategori ini. Disusul Indonesia, lalu ada Tajikistan dan Turki, Azerbaijan dan Bahrain serta ditutup dengan Iran.

Arab Saudi disebut sebagai negara dengan ancaman keamanan yang sangat tinggi. Hanya satu poin di bawah Afghanistan. Legitimasi pemimpin kerajaan pun juga sangat lemah, ditambah lagi pembangunan yang tidak merata. Meski demikian, intervensi asing untuk masuk ke dalam Arab Saudi memiliki indeks yang sangat rendah.

Negara kita, Indonesia, berada pada urutan ke-46 sebagai negara yang di ambang bahaya. Foreign Affairs mendata, tingkat delegitimasi pemerintahan Indonesia sangat tinggi, dengan angka 9.0. Begitu juga dengan kemungkinan disintegrasinya, lebih tinggi dari angka deligimitasi, angkanya 9.2. Artinya, kemungkinan Indonesia tercabik-cabik dan pecah cukup tinggi.

Sebuah laporan lain, yang ditulis oleh Kolonel Daniel Smith, dari Center for Defense Information, cikal bakal konflik yang mengantar pada disintegrasi di Indonesia setidaknya ada empat titik. Pertama di Aceh, Indonesia melawan separatis GAM dengan isu otonomi dan agama. Lalu di Papua, Indonesia dengan Gerakan Papua Merdeka dengan isu etnik dan ekonomi. Lalu ada pergesekan di Maluku, antara Muslim dan Kristen yang bisa berujung disintegrasi. Dan terakhir ada di Pulau Sulawesi, Indonesia melawan separatis Kristen dan juga Indonesia melawan kelompok Muslim.

Hasil dari studi ini, bisa jadi pelajaran yang berharga untuk negeri-negeri Muslim. Kurun waktu paling dekat adalah 20 tahun lagi. Negeri-negeri akan berjatuhan, seperti laron terkena api. Apalagi jika kita menggunakan logika terbalik, tentu ini akan menjadi peringatan yang menarik. Daftar kehancuran negara-negara bukan sebuah studi, tapi sebuah rencana yang akan dilaksanakan tahap demi tahap. Bisa jadi, toh selama ini logika terbalik selalu terbukti. Pada Barat, sebaiknya kita tak terlalu bersangka baik. Waspadalah!n (Sabili)

0 komentar:

Best viewed on firefox 5+